Senin, 09 Desember 2013

20 PRINSIP PERGERAKAN IKHWANUL MUSLIMIN


1. Agama Islam merupakan sebuah nidhom (aturan) 
universal yang mencakup seluruh segi kehidupan 
manusia. Sehingga ia tidak bisa dipisahkan dari 
negara dan tanah air atau pemerintah dan rakyat 
(ummat). Ia adalah moral(akhlaq) dan kekuatan 
(power), atau rahmat dan keadilan, ia adalah sebuah 
peradaban dan undang-undang, atau ilmu pengetahuan
dan hukum. Ia adalah sebuah materi dan sumber alam 
atau usaha dan kekayaan, ia adalah jihad dan dakwah, 
atau pasukan tentara dan fikrah. Seperti juga ia adalah sebuah aqidah yang 
mantap dan ibadah yang benar. Semuanya sama, tidak bisa dipilah-pilah.
 
2. Al Qur'aanul Kariim dan sunnah rasul yang suci adalah rujukan setiap 
muslim dalam mencari hukum-hukum Islam. Dalam memahami Al Qur'aan 
harus sesuai dengan kaidah dan aturan bahasa arab tanpa ada penyelewengan 
dan paksaan, dan dalam memahami sunnah rasul (hadits) harus merujuk pada
tokoh-tokoh dan ahli ilmu hadits yang terperaya. 
 
3. Iman yang mantap dan jujur, ibadah yang benar dan sungguh-sungguh, 
didalamnya ada cahaya dan kelezatan serta kenikmatan yang Allah curahkan 
pada hati siapa saja yang ia kehendaki dari hamba-hamba Nya. Namun 
seperti ilham, mimpi, dan hal-hal yang bersifat mistik lainnya itu bukan dan 
tidak termasuk dalam kategori sumber hukum syariat Islam, kecuali kalau 
memang tidak berbenturan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya. 
 
4. Jampi-jampi, mantera-mantera, perdukunan dan peramalan serta ilmu ilmu 
yang bersifat mistis yang mengaku tahu akan hal-hal ghaib, semuanya itu 
merupakan kemungkaran yang wajib diberantas. Kecuali kalau memakai ayat-
ayat Al Qur'aan atau penyembuhan (jampi jampi/do'a-doa) yang bernara 
sumber dari Rasulullah SAW.
 
5. Pendapat seorang imam atau wakilnya dalam suatu masalah yang tidak ada 
ketentuan nash di dalamnya dan masih banyak kemungkinan yang lain, juga 
dalam hal kepentingan umum, bisa dipakai (bisa dijadikan rujukan) selama 
tidak bertentangan dengan kaidah agama. Dan bisa jadi pendapat itu berubah 
dan berganti (tidak dipakai lagi sebagai rujukan) tergantung situasi dan 
kondisi, kebiasaan dan adat istiadat tertentu. Pada dasarnya, ibadah dan 
bentuk peribadatan itu sendiri sesungguhnya tidak melihat kepada arti atau 
makna yang terkandung dalam ibadah tersebut atau kepada adat istiadat 
tertentu, juga tidak melihat kepada rahasia, hikmah atau maksud dan tujuan 
dari ibadah tersebut.
 
6. Setiap orang yang ditolak ucapannya, kecuali Al ma'shum (yang dijaga dari 
dosa) Muhammad SAW saja, dan setiap sesuatu dari para pendahulu kita 
(salafush-sholeh) ridha Allah semoga dilimpahkan kepada mereka yang sesuai 
dengan Al Qur'aan dan sunnah kami terima. Kalau tidak, maka cukuplah 
Al Qur'aan dan sunnah sebagai panutan. Namun kami tidak mengecam orang-
orang dalam masalah yang masih diperselisihkan, dengan menjelek-jelekkan 
serta mengolok-oloknya, kami hanya menyerahkannya kepada kehendak dan 
niat mereka, sebab mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka 
kerjakan atau kemukakan.
 
7. Bagi setiap muslim yang belum sampai pada derajat "ahli" dalam masalah 
masalah fiqhiyah dan cabang cabang agama agar mengikuti seorang imam dari 
banyak imam dalam agama. Lebih baik lagi dalam masalah taqlid ini kalau bisa 
dikatakan demikian ia berijtihad sebatas yang ia mampu dalam mencari dalil 
yang dipakai pijakan oleh imam tadi. Dan mau menerima setiap petunjuk yang 
disertai dalil kapan saja yang menurutnya benar dengan membenarkan orang 
yang meberi petunjuk tadi. Lalu menyempurnakan kekurangan dalam keilmuan, 
jika ia termasuk ahli ilmu, sehingga ia dapat mencapai jenjang seorang ahli.
 
8. Perbedaan masalah Fiqh dalam cabang-cabangnya tidak boleh memicu 
perpecahan, permusuhan dan perseteruan dalam agama. Setiap mujtahid 
akan mendapat ganjarannya masing-masing, tidak dilarang dalam mewujudkan 
suasana keilmuan yang obyektif dalam masalah-masalah khilafiah (perbedaan) 
kita rajut benang-benang hubungan (cinta kasih) karena Allah, saling 
kerjasama dalam mencapai hakikat permasalahan yang sebenarnya, tidak 
sampai menjurus pada fanatik golongan yang tercela.
 
9. Setiap masalah yang tidak berorientasi pada kerja dan amal, maka 
menggelutinya termasuk urusan yang dipaksa-paksakan (takalluf) yang 
dilarang oleh agama, Seperti memperlebar cabang-cabang hukum agama 
yang belum pernah terjadi. Juga termasuk dalam takalluf adalah terjun dan 
menggeluti dalam mencari-cari arti ayat-ayat Al Qur'aan yang belum 
dijangkau oleh ilmu pengetahuan, serta perdebatan dalam membeda-bedakan 
keutamaan para sahabat Radhiyallahu Anhum, dan perbedaan yang terjadi di 
kalangan mereka. Setiap mereka punya keutamaan dalam mengikuti jejak 
Rasulullah SAW. Dan pahala niatnya, sedangkan dalam meraba-raba dan 
menerka-nerka itu sendiri ada keleluasaan dan kelapangan berfikir 
(berpendapat).
 
10. Ma'rifatullah (mengenal Allah Tabarakta Wata'ala), mengesakan-Nya, 
mensucikan-Nya, adalah aqidah Islami tertinggi, dan termasuk di dalamnya 
ayat-ayat sifat dengan hadits-hadits shohihnya dan apa yang serupa dengan 
hal itu, kami mengimani sepenuhnya apa adanya, tanpa mengubah dan 
menafsiri yang bukan-bukan, juga tak perlu sampai membahasnya dengan 
bertele-tele sambil menyebutkan perbedaan ulama di dalamnya dan cukuplah 
bagi kami untuk berwawasan seperti wawasan Rasulullah SAW beserta para 
sahabat dalam masalah asma dan sifat, dan orang-orang yang mendalam 
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semua 
itu dari sisi Tuhan kami" (Ali Imran.27)
 
11. Segala bentuk bid'ah dalam agama Islam yang tidak punya landasan 
berpijak dibuat bagus oleh orang dengan hawa nafsunya sendiri baik dengan 
menambahi atau dengan menguranginya adalah sesat, yang harus diperangi 
dan dikikis habis dengan cara-cara terbaik yang tidak menimbulkan dampak 
negatif yang lebih buruk dari sebelumnya.
 
12. Sedangkan bid'ah idhofiyah (tidak bersifat esensial dalam agama) dan 
berpijak pada ibadah-ibadah umum sifatnya adalah perbedaan dalam masalah 
fiqih saja, setiap orang mempunyai pendapat masing-masing. Dan boleh 
dilakukan penelitian lebih lanjut, mana yang paling benar dengan syarat harus 
berdasarkan dalil dan bukti yang kuat.
 
13. Cinta, hormat serta memuji orang-orang sholeh karena kebajikan 
amalannya merupakan cara untuk mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah 
SWT. Yang dinamakan para ahli Allah adalah mereka yang didalam Al Qur'aan 
dikatakan: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa" 
(yunus:63). Adapun karomah benar-benar dimiliki (diberikan kepadanya) 
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh agama. Dengan suatu 
keyakinan bahwa mereka mendapat ridho dari Allah SWT. tidak bisa 
memberikan manfaat dan bahaya bagi dirinya sendiri dalam kehidupan dunia 
maupun setelah mati, apalagi bisa memberikan sesuatu bagi orang lain.
 
14. Ziarah kubur, dalam bentuk apapun adalah sunnah, yang disyariatkan oleh 
agama dengan cara yang sesuai dan bersumber dari Rosulullah SAW. Tapi 
meminta pertolongan kepada ahli kubur dalam bentuk apapun, memohonnya 
untuk mengatasi problem dan masalah, baik dari dekat maupun dari jauh, 
serta apa saja yang bisa digolongkan dalam masalah ini adalah termasuk 
bid'ah dan dosa besar yang harus diberantas. Kita juga tidak boleh 
menyalahkan perbuatan-perbuatan itu sebagai jalan pintas untuk membendung 
perbuatan yang lebih besar dosanya dari yang awal.
 
15. Berdo'a untuk bertaqorrub kepada Allah swt, dengan tawassul (perantara) 
kepada salah seorang hamba-Nya adalah masalah khilafiyah (silang pendapat) 
dari cabang agama dalam bentuk tata cara berdo'a. Bukan termasuk dalam 
masalah-masalah aqidah.
 
16. Adat istiadat atau budaya yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti 
lafazh-lafazh yang sudah baku dalam agama. Bahkan seharusnya ditegaskan 
lagi pada batas-batas arti yang terkandung dalam lafazh tersebut, tidak 
boleh melampauinya apalagi sampai mengubah arti tersebut pada sisi-sisi 
dunia dan akhirat maka yang lebih ditekankan disini adalah sebuah 'ibroh 
(patokannya) adalah pada arti dan makna yang terkandung didalamnya bukan 
hanya nama-nama atau sebutan saja.
 
17. Aqidah adalah sumber atau asas dari suatu amal, sedangkan perbuatan 
hati itu lebih penting dan lebih banyak pengaruhnya dari pada amalan anggota 
badan. Namun untuk mencapai kesempurnaan keduanya adalah yang dituntut 
oleh agama. walaupun keduanya berbeda dalam segi kualitas.
 
18. Agama Islam membebaskan akal dan menganjurkan untuk tadabbur alam 
(merenungi keajaiban ciptaan Allah) serta mengangkat derajat ilmu dan orang 
yang berilmu, juga menerima segala bentuk kemaslahatan yang bermanfaat, 
sebab hikmah ('ibroh dan pelajaran) itu adalah barang orang mukmin yang 
hilang, dimana saja ia menemukannya maka ia adalah orang yang paling berhak 
atas barang tersebut.
 
19. Pandangan agama dan pandangan akal masing-masing punya daerah pandang 
sendiri-sendiri, tidak boleh bercampur aduk antara keduanya dan tidak boleh 
tumpang tindih antara keduanya. Namun demilian, keduanya tidak bisa 
berbeda pandang dalam hal-hal yang qoth'i (pasti kebenarannya), dan tidak 
akan berbenturan antara hakikat keilmuan yang benar dengan aqidah agama 
yang tsabit (jelas kebenarannya). jika diantara keduanya ada yang bersifat 
zhonni (tidak pasti kebenarannya) dan yang lain bersifat qoth'i maka yang 
zhonny tadi dita'wil(ditafsiri) dengan makna lain agar sesuai dengan yang 
qoth'i. Tapi kalau keduanya sama-sama zhonny maka pandangan agama lebih 
didahulukan sehingga fikiran merasa mantap atau tidak dipakai.  
20. Kita tidak boleh mengkafirkan seorang Muslim yang menyatakan dua 
kalimah syahadat, beramal sesuai dengan aturan agama atau melaksanakan 
segala kewajiban, kecuali kalau ia memang benar-benar menyatakan kekufuran 
atau mengingkari ajaran agama yang bersifat darurat (penting dan wajib), 
atau mendustakan ayat-ayat Al Qur'aan yang sudah jelas artinya dan 
menafsirinya dengan tafsir yang tidak sesuai dengan uslub (cara) dan kode etik bahasa Arab, atau mengerjakan perbuatan yang tidak bisa ditafsiri selain tafsiran kafir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar