4. Jampi-jampi, mantera-mantera, perdukunan dan peramalan serta ilmu ilmu
yang bersifat mistis yang mengaku tahu akan hal-hal ghaib, semuanya itu
merupakan kemungkaran yang wajib diberantas. Kecuali kalau memakai ayat-
ayat Al Qur'aan atau penyembuhan (jampi jampi/do'a-doa) yang bernara
sumber dari Rasulullah SAW.
5. Pendapat seorang imam atau wakilnya dalam suatu masalah yang tidak ada
ketentuan nash di dalamnya dan masih banyak kemungkinan yang lain, juga
dalam hal kepentingan umum, bisa dipakai (bisa dijadikan rujukan) selama
tidak bertentangan dengan kaidah agama. Dan bisa jadi pendapat itu berubah
dan berganti (tidak dipakai lagi sebagai rujukan) tergantung situasi dan
kondisi, kebiasaan dan adat istiadat tertentu. Pada dasarnya, ibadah dan
bentuk peribadatan itu sendiri sesungguhnya tidak melihat kepada arti atau
makna yang terkandung dalam ibadah tersebut atau kepada adat istiadat
tertentu, juga tidak melihat kepada rahasia, hikmah atau maksud dan tujuan
dari ibadah tersebut.
6. Setiap orang yang ditolak ucapannya, kecuali Al ma'shum (yang dijaga dari
dosa) Muhammad SAW saja, dan setiap sesuatu dari para pendahulu kita
(salafush-sholeh) ridha Allah semoga dilimpahkan kepada mereka yang sesuai
dengan Al Qur'aan dan sunnah kami terima. Kalau tidak, maka cukuplah
Al Qur'aan dan sunnah sebagai panutan. Namun kami tidak mengecam orang-
orang dalam masalah yang masih diperselisihkan, dengan menjelek-jelekkan
serta mengolok-oloknya, kami hanya menyerahkannya kepada kehendak dan
niat mereka, sebab mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka
kerjakan atau kemukakan.
7. Bagi setiap muslim yang belum sampai pada derajat "ahli" dalam masalah
masalah fiqhiyah dan cabang cabang agama agar mengikuti seorang imam dari
banyak imam dalam agama. Lebih baik lagi dalam masalah taqlid ini kalau bisa
dikatakan demikian ia berijtihad sebatas yang ia mampu dalam mencari dalil
yang dipakai pijakan oleh imam tadi. Dan mau menerima setiap petunjuk yang
disertai dalil kapan saja yang menurutnya benar dengan membenarkan orang
yang meberi petunjuk tadi. Lalu menyempurnakan kekurangan dalam keilmuan,
jika ia termasuk ahli ilmu, sehingga ia dapat mencapai jenjang seorang ahli.
8. Perbedaan masalah Fiqh dalam cabang-cabangnya tidak boleh memicu
perpecahan, permusuhan dan perseteruan dalam agama. Setiap mujtahid
akan mendapat ganjarannya masing-masing, tidak dilarang dalam mewujudkan
suasana keilmuan yang obyektif dalam masalah-masalah khilafiah (perbedaan)
kita rajut benang-benang hubungan (cinta kasih) karena Allah, saling
kerjasama dalam mencapai hakikat permasalahan yang sebenarnya, tidak
sampai menjurus pada fanatik golongan yang tercela.
9. Setiap masalah yang tidak berorientasi pada kerja dan amal, maka
menggelutinya termasuk urusan yang dipaksa-paksakan (takalluf) yang
dilarang oleh agama, Seperti memperlebar cabang-cabang hukum agama
yang belum pernah terjadi. Juga termasuk dalam takalluf adalah terjun dan
menggeluti dalam mencari-cari arti ayat-ayat Al Qur'aan yang belum
dijangkau oleh ilmu pengetahuan, serta perdebatan dalam membeda-bedakan
keutamaan para sahabat Radhiyallahu Anhum, dan perbedaan yang terjadi di
kalangan mereka. Setiap mereka punya keutamaan dalam mengikuti jejak
Rasulullah SAW. Dan pahala niatnya, sedangkan dalam meraba-raba dan
menerka-nerka itu sendiri ada keleluasaan dan kelapangan berfikir
(berpendapat).
10. Ma'rifatullah (mengenal Allah Tabarakta Wata'ala), mengesakan-Nya,
mensucikan-Nya, adalah aqidah Islami tertinggi, dan termasuk di dalamnya
ayat-ayat sifat dengan hadits-hadits shohihnya dan apa yang serupa dengan
hal itu, kami mengimani sepenuhnya apa adanya, tanpa mengubah dan
menafsiri yang bukan-bukan, juga tak perlu sampai membahasnya dengan
bertele-tele sambil menyebutkan perbedaan ulama di dalamnya dan cukuplah
bagi kami untuk berwawasan seperti wawasan Rasulullah SAW beserta para
sahabat dalam masalah asma dan sifat, dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semua
itu dari sisi Tuhan kami" (Ali Imran.27)
11. Segala bentuk bid'ah dalam agama Islam yang tidak punya landasan
berpijak dibuat bagus oleh orang dengan hawa nafsunya sendiri baik dengan
menambahi atau dengan menguranginya adalah sesat, yang harus diperangi
dan dikikis habis dengan cara-cara terbaik yang tidak menimbulkan dampak
negatif yang lebih buruk dari sebelumnya.
12. Sedangkan bid'ah idhofiyah (tidak bersifat esensial dalam agama) dan
berpijak pada ibadah-ibadah umum sifatnya adalah perbedaan dalam masalah
fiqih saja, setiap orang mempunyai pendapat masing-masing. Dan boleh
dilakukan penelitian lebih lanjut, mana yang paling benar dengan syarat harus
berdasarkan dalil dan bukti yang kuat.
13. Cinta, hormat serta memuji orang-orang sholeh karena kebajikan
amalannya merupakan cara untuk mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah
SWT. Yang dinamakan para ahli Allah adalah mereka yang didalam Al Qur'aan
dikatakan: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa"
(yunus:63). Adapun karomah benar-benar dimiliki (diberikan kepadanya)
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh agama. Dengan suatu
keyakinan bahwa mereka mendapat ridho dari Allah SWT. tidak bisa
memberikan manfaat dan bahaya bagi dirinya sendiri dalam kehidupan dunia
maupun setelah mati, apalagi bisa memberikan sesuatu bagi orang lain.
14. Ziarah kubur, dalam bentuk apapun adalah sunnah, yang disyariatkan oleh
agama dengan cara yang sesuai dan bersumber dari Rosulullah SAW. Tapi
meminta pertolongan kepada ahli kubur dalam bentuk apapun, memohonnya
untuk mengatasi problem dan masalah, baik dari dekat maupun dari jauh,
serta apa saja yang bisa digolongkan dalam masalah ini adalah termasuk
bid'ah dan dosa besar yang harus diberantas. Kita juga tidak boleh
menyalahkan perbuatan-perbuatan itu sebagai jalan pintas untuk membendung
perbuatan yang lebih besar dosanya dari yang awal.
15. Berdo'a untuk bertaqorrub kepada Allah swt, dengan tawassul (perantara)
kepada salah seorang hamba-Nya adalah masalah khilafiyah (silang pendapat)
dari cabang agama dalam bentuk tata cara berdo'a. Bukan termasuk dalam
masalah-masalah aqidah.
16. Adat istiadat atau budaya yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti
lafazh-lafazh yang sudah baku dalam agama. Bahkan seharusnya ditegaskan
lagi pada batas-batas arti yang terkandung dalam lafazh tersebut, tidak
boleh melampauinya apalagi sampai mengubah arti tersebut pada sisi-sisi
dunia dan akhirat maka yang lebih ditekankan disini adalah sebuah 'ibroh
(patokannya) adalah pada arti dan makna yang terkandung didalamnya bukan
hanya nama-nama atau sebutan saja.
17. Aqidah adalah sumber atau asas dari suatu amal, sedangkan perbuatan
hati itu lebih penting dan lebih banyak pengaruhnya dari pada amalan anggota
badan. Namun untuk mencapai kesempurnaan keduanya adalah yang dituntut
oleh agama. walaupun keduanya berbeda dalam segi kualitas.
18. Agama Islam membebaskan akal dan menganjurkan untuk tadabbur alam
(merenungi keajaiban ciptaan Allah) serta mengangkat derajat ilmu dan orang
yang berilmu, juga menerima segala bentuk kemaslahatan yang bermanfaat,
sebab hikmah ('ibroh dan pelajaran) itu adalah barang orang mukmin yang
hilang, dimana saja ia menemukannya maka ia adalah orang yang paling berhak
atas barang tersebut.
19. Pandangan agama dan pandangan akal masing-masing punya daerah pandang
sendiri-sendiri, tidak boleh bercampur aduk antara keduanya dan tidak boleh
tumpang tindih antara keduanya. Namun demilian, keduanya tidak bisa
berbeda pandang dalam hal-hal yang qoth'i (pasti kebenarannya), dan tidak
akan berbenturan antara hakikat keilmuan yang benar dengan aqidah agama
yang tsabit (jelas kebenarannya). jika diantara keduanya ada yang bersifat
zhonni (tidak pasti kebenarannya) dan yang lain bersifat qoth'i maka yang
zhonny tadi dita'wil(ditafsiri) dengan makna lain agar sesuai dengan yang
qoth'i. Tapi kalau keduanya sama-sama zhonny maka pandangan agama lebih
didahulukan sehingga fikiran merasa mantap atau tidak dipakai.
20. Kita tidak boleh mengkafirkan seorang Muslim yang menyatakan dua
kalimah syahadat, beramal sesuai dengan aturan agama atau melaksanakan
segala kewajiban, kecuali kalau ia memang benar-benar menyatakan kekufuran
atau mengingkari ajaran agama yang bersifat darurat (penting dan wajib),
atau mendustakan ayat-ayat Al Qur'aan yang sudah jelas artinya dan
menafsirinya dengan tafsir yang tidak sesuai dengan uslub (cara) dan kode etik
bahasa Arab, atau mengerjakan perbuatan yang tidak bisa ditafsiri selain
tafsiran kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar